PECAHKAN KARANG
Tubuh mereka terpanggang matahari sepanjang hari
seribu kali ayungkan tangan, hidup terhempas
pecahkan karang-karang
yang tetap utuh membatu, keras!
Mereka hidup perih
bersandarkan batu karang
nafas tinggal sekeping
perjalanan senja badan lunglai
anak-anak di gubuk berkeliaran
menanti bapaknya pecahkan karang.
Karang hidup amat keras, tak terpecahkan.
1992
KEPADA IBU KITA
Ibu, ketika aku belum sadar siapa aku
kau telah tahu arti cinta dalam pelukan dada
tak kenal siang dan kegelapan malam
Cintamu sungguh rindang ketika kemarau
keteduhan sangat terasa saat ini
sejak dulu ternyata airmatamu adalah genangan penyejuk jiwa
cinta manakala hati risauk
karena anakmu tercinta tak mau kau lihat
ada kabut merintang matanya
Ibu, air matamu ternyata adalah pemadam kebakaran
cinta kelabu dalam dadamu
air mata kau tumpahkan,
karena tak rela kabut menghalau jalan
pertanda cintamu perkasa
Kini baru aku kenal arti mata ibu
tangis berkumandang pilu bukan sesal
tapi tali cinta tersimpul erat mengikat kasih
yang tak dapat dipadamkan gelora lautan
Cintamu ibu, segala badai mampu membendungnya
segala perang tak mampu goyahkan
cintanya terhadap ibunya
Ternyata cintamu merangkul dunia
pantang menyerah sekalipun badan binasa
selama berkibar-kibar
tak peduli ketakutan yang pernah ditakuti
sepanjang hidupmu hanya lelah kau nikmati
tak sempat lihat matahari terbenam.
Semoga kita dapat bersua kembali.
23 juli 1993.
DUA GADIS
Dua gadis….
berjalan anggun
di bawah langit rintik
mengejar bulan sepenggal
malam mencekam langkahnya
tanpa bayang membayang
menuju dunianya
yang masih jauh ke depan
1993
KEMERDEKAAN DIPERTANYAKAN
Kemerdekaan dipertanyakan…..
mestikah kemerdekaan diulangi
kalau ada yang tak mengerti
sebab kemerdekaan bukan akhir penderitaan
kalau rakyat kecil disepelehkan
Kemerdekaan hanyalah sebuah kekuasaan
bila jeritan tangis tak berdaya
Kemerdekaan dipertanyakan…..
kalau anak negeri dibungkam menatap
hamparan tanahnya tergusur tanpa kompromi
mestikah bisu kalau jadi saksi bulldozer
melihat harga diri bencana buatan
mengalahkan amanat kemerdekaan
Kemerdekaan dipertanyakan….
kalau wajah-wajah layu diserang tanya
apa arti kemerdekaan bagi yang tersingkirkan?
kalau ketakberdayaan selalu terhempas
pertanda kemerdekaan dalam kemerdekaan
masih diperjuangkan
Kemerdekaan dipertanyakan….
kalau penjajahan karena belum merdeka
masih dapat terpikirkan
tapi kemerdekaan di atas kemerdekaan
mestikah dikorbankan?
Kemerdekaan masih dipertanyakan….
1995
SENIMAN DI KOTAKU
Inginnya rindu berkata;
di kotaku seniman terambang
suara diambang-ambangkan
cinta berakrab kelelahan
rasa dendam diredam
rasa luka tak terobati
Inginya rindu berkata;
kalau suara digemakan
sejuta harap jadi bisu
terwujud tiada tergerai
ungkapan tersalami, bukan amin…
dijemput diam dari atas
Inginya rindu berkata;
seniman di kotaku mengembara
di panggung belantara
kejar rindunya menjauh
sebelum menghadap maut
Inginya rindu berkata;
mimpi peradaban mengusik
anak kandung kotaku
salamnya seni meragu
dari kanda kepada ananda
Meskipun mimpi bukan nyata
seniman sejati berpihak cinta
Palu, November 1995.
KETIKA SAJA INI
Ketika saja ini kutulis
Kota kita masih tengadah
Di antara apitan bukit-bukit sepi
Jalan berliku menatap masa depan
Mengantar kaki telanjang naik tangga
Persahabatan masih bersahaja
Tidak seperti saat ini
Keangkuhan merasuki
Ketika saja ini kubacakan
Kegelisahan mencabik-cabik
Kota tercinta tinggakan wajah
Sebuah wajah tak menyapa
Masa depan yang tabah
Kepergiannya tinggalkan pesan
Masa lalu yang terputus
Ketika sajak ini kuterbangkan
Suara kenangan menjerit
Terperosok peradaban liar
Dari tirai jendela godan mengintai
Pertarungan di persimpangan jalan
Bergolak kebiadaban
Kelabu berlabuh tak berlayar
Ketika saja ini kulumatkan
Melapuk dan kehilangan rindu
Bercengkram kebimbangan
Berakhirlah sajakku ini
Tinggal izinkan aku berteriak
“Kembalikan wajah kotaku”
Meskipun penyair tak punya senjata
PETANI DI SUDUT SEPI
Di sudut sepi engkau datang dan pergi
Di ujung tanah engkau bergulat tenaga
Di setiap waktu engkau berjalan tertatih
Di pangkal pagi engkau bergolak pikiran
Di terik mentari engkau berkutat di ladang
Di ufuk senja engkau membawa keringat
Di akhir malam engkau mimpi kelelahan
Di esok hari engkau kembali lagi bertarung
Dalam pergolakannya….
Digenggamnya harapan-harapan dan impian
Diakrabinya tanah dan tanaman
Dicumbuinya jerih payah yang payah
Dijualnya buah-buahan yang kepayahan
Diterimanya harga-harga yang merana
Dibelikannya gula-gula dan garam, karena ….
Di rumah anak dan istri setia menanti
Di sudut sepi engkau kembali, bukan bersemedi
Digumulinya kehidupan pinggiran.
1997
MERAH PUTIH DI POSO
Poso,
kau bakar masjid dan gereja
tinggalkan bara api
aku dan kau
bunuh masjid dan gereja
tinggalkan luka.
Masjid dan gereja menangis
lari bersama dukanya
dendam robohkan rumah kita
merah putih jadi lusuh
tinggalkan puing kemarian
Poso,
aku dan kau marah
Tapi pada siapa?
agama
ekonomi
politik
tak mampu bicara
ketika damai mencari keadilan
Mestinya,
aku dan kau berpadu
bukan domba-domba beradu
Mestinya,
aku dan kau
tak ke puncak ambisi
Mestinya,
aku dan kau
tak ke lembah cemburu
Mestinya,
aku dan kau
tak ke lereng hujatan
Mestinya,
aku dank au
padamkan api amarah
Poso-ku
hanya dengan cinta
merah putih sejahit
hanya dengan kasih
merah putih sekibar
Di masjid dan di gereja
merah putih berkibar
Poso-ku sudahlah marah.
September 2002
KOTAKU TERKENAL
Kotaku terkenal
setelah sebuah pesawat jatuh di punggungnya
Kotaku terkenal
setelah lokalisasi WTS mengecup bibirnya
Kotaku terkenal
setelah ada partai berkongres pecahkan pertikaian
Kotaku terkenal
setelah dikecoh kospin di nadinya
Kotaku terkenal
setelah mendapat stempel kota terjorok di wajahnya
Kotaku terkenal
setelah seorang warga mengidap tumor ganas di kelaminya
Kotaku terkenal
setelah seorang Kacong dieksekusi mati di bukit senyap
Kotaku terkenal
setiap gempa mengguncang di sesarnya
Dan aku tahu kotamu
Dikenang karena terbaca di lembaran buku-buku sejarah peradaban
Dan itulah kerinduanku dalam perjalanan ini…
Kotaku, padamu aku tetap cinta…..
1998
BILA ENGKAU TAHU
Berkali aku datang
Berkali engkau menepis
Yang sebenarnya
Bila engkau mengarung
Cintaku adalah samudra
Bila engkau menatap
Cintaku adalah langit
Bila engkau menjemur
Cintaku adalah matahari
Bila engkau mendaki
Cintaku adalah gunung
Bila engkau menyeberang
Cintaku adalah sungai
Bila engkau menahan
Cintaku adalah karang
Bila engkau membakar
Cintaku adalah api
Bila engkau menghela nafas
Cintaku adalah angin
Bila engkau merambah
Cintaku adalah bumi
Bila engkau tahu
Yang sebenarnya
Akulah cinta itu
Berpijak luas
Tegak menyala
Mengalir deras
Palu, April 2003
RINDUKU MEMBATU
Saat kabut meronta
gunda kubagi padamu
biar tanya tak berulang
engkaukah itu yang datang?
rupanya…… sepi yang mengintai
Bila kabut rontaku masih menggantung
Kuhempaskan ia di lorong waktu
rupanya ……. sepi yang menghadang
tak kuasa kubiarkan lagi
rindulah akhirnya membatu
Menunggu pagi, tiba senja
hanya dalam tidurku engkau datang
pengembaraan tak juga berakhir
di relung-relung waktu aku berjalan
di lorong-lorong masa aku mencari
Kutanya di ujung senja
sunyi yang menjawab
tak pernah akhiri pengembaraan.
Palu 2003
CINTA INI KULAHIRKAN LAGI
(Kepada yang aku cintai dan yang mencintaiku)
Dari pengembaraanku
Engkau datang, walau bukan untukku
Tapi padamu cinta ini kulahirkan lagi,
Saat musim hujan tiba
Tak ada lagi pilihan…..
Akulah yang merintik dan membelai
Kugandeng rindu
Kukecup jumpa
Akulah puisi-puisi di dinding langit
Di punggung bumi menebar kasih
Menderu debu
Merintik hujan
Mendesir angin
Mengalir air
Gerimis hujanmu
Desir anginmu
Padamu cinta ini kulahirkan lagi
Dari pertemuan awal
Sabar menanti
Palu, April 2003
REFORMASI PALSU DAN PEMILU PALSU
Setelah bosan dengan pembangunan palsu
Dari pemilu ke pemilu palsu
Muncullah gerakan reformasi 1998
Muntuntut kebebasan dan demokratisasi
Tapi melahirkan politisi palsu
Yang gemar berjanji palsu
Demi reformasi yang palsu
Akhirnya Pemilihan Umum 1999
Dipentaskan dengan skenario palsu
Yang ditulis bersama sutradara palsu
Atas nama demokratisasi, bebas manipulasi
Tapi mengusung ketidakpastian
Reformasi yang palsu lagi
Dengan pemimpin masih palsu
Yang selalu berjanji palsu
Padahal rakyat selalu tergusur
Dari tanah dan airnya
Tapi tak ada yang peduli
Karena pemimpin mereka sudah tuli
Sampai tiba masanya
Pementasan Pemilihan Umum 2004
Dimainkan aktor-aktor berijazah palsu
Di hadapan massa yang memberi dukungan palsu
Sehingga parlemen diisi legislator palsu
Yang akan membuat undang-undang palsu
Dan dijadikan pedoman pemerintahan palsu
Sewaktu mengeluarkan kebijakan palsu
Saat kehidupan serba palsu
Persatuan dan kesatuan
Hanya jadi mantra tak bertuah
Itulah Negeri-ku penuh kepalsuan
Mungkinkah Indonesia palsu?
Sebuah pertanyaan palsu
Dari penyair yang tidak palsu.
Tubuh mereka terpanggang matahari sepanjang hari
seribu kali ayungkan tangan, hidup terhempas
pecahkan karang-karang
yang tetap utuh membatu, keras!
Mereka hidup perih
bersandarkan batu karang
nafas tinggal sekeping
perjalanan senja badan lunglai
anak-anak di gubuk berkeliaran
menanti bapaknya pecahkan karang.
Karang hidup amat keras, tak terpecahkan.
1992
KEPADA IBU KITA
Ibu, ketika aku belum sadar siapa aku
kau telah tahu arti cinta dalam pelukan dada
tak kenal siang dan kegelapan malam
Cintamu sungguh rindang ketika kemarau
keteduhan sangat terasa saat ini
sejak dulu ternyata airmatamu adalah genangan penyejuk jiwa
cinta manakala hati risauk
karena anakmu tercinta tak mau kau lihat
ada kabut merintang matanya
Ibu, air matamu ternyata adalah pemadam kebakaran
cinta kelabu dalam dadamu
air mata kau tumpahkan,
karena tak rela kabut menghalau jalan
pertanda cintamu perkasa
Kini baru aku kenal arti mata ibu
tangis berkumandang pilu bukan sesal
tapi tali cinta tersimpul erat mengikat kasih
yang tak dapat dipadamkan gelora lautan
Cintamu ibu, segala badai mampu membendungnya
segala perang tak mampu goyahkan
cintanya terhadap ibunya
Ternyata cintamu merangkul dunia
pantang menyerah sekalipun badan binasa
selama berkibar-kibar
tak peduli ketakutan yang pernah ditakuti
sepanjang hidupmu hanya lelah kau nikmati
tak sempat lihat matahari terbenam.
Semoga kita dapat bersua kembali.
23 juli 1993.
DUA GADIS
Dua gadis….
berjalan anggun
di bawah langit rintik
mengejar bulan sepenggal
malam mencekam langkahnya
tanpa bayang membayang
menuju dunianya
yang masih jauh ke depan
1993
KEMERDEKAAN DIPERTANYAKAN
Kemerdekaan dipertanyakan…..
mestikah kemerdekaan diulangi
kalau ada yang tak mengerti
sebab kemerdekaan bukan akhir penderitaan
kalau rakyat kecil disepelehkan
Kemerdekaan hanyalah sebuah kekuasaan
bila jeritan tangis tak berdaya
Kemerdekaan dipertanyakan…..
kalau anak negeri dibungkam menatap
hamparan tanahnya tergusur tanpa kompromi
mestikah bisu kalau jadi saksi bulldozer
melihat harga diri bencana buatan
mengalahkan amanat kemerdekaan
Kemerdekaan dipertanyakan….
kalau wajah-wajah layu diserang tanya
apa arti kemerdekaan bagi yang tersingkirkan?
kalau ketakberdayaan selalu terhempas
pertanda kemerdekaan dalam kemerdekaan
masih diperjuangkan
Kemerdekaan dipertanyakan….
kalau penjajahan karena belum merdeka
masih dapat terpikirkan
tapi kemerdekaan di atas kemerdekaan
mestikah dikorbankan?
Kemerdekaan masih dipertanyakan….
1995
SENIMAN DI KOTAKU
Inginnya rindu berkata;
di kotaku seniman terambang
suara diambang-ambangkan
cinta berakrab kelelahan
rasa dendam diredam
rasa luka tak terobati
Inginya rindu berkata;
kalau suara digemakan
sejuta harap jadi bisu
terwujud tiada tergerai
ungkapan tersalami, bukan amin…
dijemput diam dari atas
Inginya rindu berkata;
seniman di kotaku mengembara
di panggung belantara
kejar rindunya menjauh
sebelum menghadap maut
Inginya rindu berkata;
mimpi peradaban mengusik
anak kandung kotaku
salamnya seni meragu
dari kanda kepada ananda
Meskipun mimpi bukan nyata
seniman sejati berpihak cinta
Palu, November 1995.
KETIKA SAJA INI
Ketika saja ini kutulis
Kota kita masih tengadah
Di antara apitan bukit-bukit sepi
Jalan berliku menatap masa depan
Mengantar kaki telanjang naik tangga
Persahabatan masih bersahaja
Tidak seperti saat ini
Keangkuhan merasuki
Ketika saja ini kubacakan
Kegelisahan mencabik-cabik
Kota tercinta tinggakan wajah
Sebuah wajah tak menyapa
Masa depan yang tabah
Kepergiannya tinggalkan pesan
Masa lalu yang terputus
Ketika sajak ini kuterbangkan
Suara kenangan menjerit
Terperosok peradaban liar
Dari tirai jendela godan mengintai
Pertarungan di persimpangan jalan
Bergolak kebiadaban
Kelabu berlabuh tak berlayar
Ketika saja ini kulumatkan
Melapuk dan kehilangan rindu
Bercengkram kebimbangan
Berakhirlah sajakku ini
Tinggal izinkan aku berteriak
“Kembalikan wajah kotaku”
Meskipun penyair tak punya senjata
PETANI DI SUDUT SEPI
Di sudut sepi engkau datang dan pergi
Di ujung tanah engkau bergulat tenaga
Di setiap waktu engkau berjalan tertatih
Di pangkal pagi engkau bergolak pikiran
Di terik mentari engkau berkutat di ladang
Di ufuk senja engkau membawa keringat
Di akhir malam engkau mimpi kelelahan
Di esok hari engkau kembali lagi bertarung
Dalam pergolakannya….
Digenggamnya harapan-harapan dan impian
Diakrabinya tanah dan tanaman
Dicumbuinya jerih payah yang payah
Dijualnya buah-buahan yang kepayahan
Diterimanya harga-harga yang merana
Dibelikannya gula-gula dan garam, karena ….
Di rumah anak dan istri setia menanti
Di sudut sepi engkau kembali, bukan bersemedi
Digumulinya kehidupan pinggiran.
1997
MERAH PUTIH DI POSO
Poso,
kau bakar masjid dan gereja
tinggalkan bara api
aku dan kau
bunuh masjid dan gereja
tinggalkan luka.
Masjid dan gereja menangis
lari bersama dukanya
dendam robohkan rumah kita
merah putih jadi lusuh
tinggalkan puing kemarian
Poso,
aku dan kau marah
Tapi pada siapa?
agama
ekonomi
politik
tak mampu bicara
ketika damai mencari keadilan
Mestinya,
aku dan kau berpadu
bukan domba-domba beradu
Mestinya,
aku dan kau
tak ke puncak ambisi
Mestinya,
aku dan kau
tak ke lembah cemburu
Mestinya,
aku dan kau
tak ke lereng hujatan
Mestinya,
aku dank au
padamkan api amarah
Poso-ku
hanya dengan cinta
merah putih sejahit
hanya dengan kasih
merah putih sekibar
Di masjid dan di gereja
merah putih berkibar
Poso-ku sudahlah marah.
September 2002
KOTAKU TERKENAL
Kotaku terkenal
setelah sebuah pesawat jatuh di punggungnya
Kotaku terkenal
setelah lokalisasi WTS mengecup bibirnya
Kotaku terkenal
setelah ada partai berkongres pecahkan pertikaian
Kotaku terkenal
setelah dikecoh kospin di nadinya
Kotaku terkenal
setelah mendapat stempel kota terjorok di wajahnya
Kotaku terkenal
setelah seorang warga mengidap tumor ganas di kelaminya
Kotaku terkenal
setelah seorang Kacong dieksekusi mati di bukit senyap
Kotaku terkenal
setiap gempa mengguncang di sesarnya
Dan aku tahu kotamu
Dikenang karena terbaca di lembaran buku-buku sejarah peradaban
Dan itulah kerinduanku dalam perjalanan ini…
Kotaku, padamu aku tetap cinta…..
1998
BILA ENGKAU TAHU
Berkali aku datang
Berkali engkau menepis
Yang sebenarnya
Bila engkau mengarung
Cintaku adalah samudra
Bila engkau menatap
Cintaku adalah langit
Bila engkau menjemur
Cintaku adalah matahari
Bila engkau mendaki
Cintaku adalah gunung
Bila engkau menyeberang
Cintaku adalah sungai
Bila engkau menahan
Cintaku adalah karang
Bila engkau membakar
Cintaku adalah api
Bila engkau menghela nafas
Cintaku adalah angin
Bila engkau merambah
Cintaku adalah bumi
Bila engkau tahu
Yang sebenarnya
Akulah cinta itu
Berpijak luas
Tegak menyala
Mengalir deras
Palu, April 2003
RINDUKU MEMBATU
Saat kabut meronta
gunda kubagi padamu
biar tanya tak berulang
engkaukah itu yang datang?
rupanya…… sepi yang mengintai
Bila kabut rontaku masih menggantung
Kuhempaskan ia di lorong waktu
rupanya ……. sepi yang menghadang
tak kuasa kubiarkan lagi
rindulah akhirnya membatu
Menunggu pagi, tiba senja
hanya dalam tidurku engkau datang
pengembaraan tak juga berakhir
di relung-relung waktu aku berjalan
di lorong-lorong masa aku mencari
Kutanya di ujung senja
sunyi yang menjawab
tak pernah akhiri pengembaraan.
Palu 2003
CINTA INI KULAHIRKAN LAGI
(Kepada yang aku cintai dan yang mencintaiku)
Dari pengembaraanku
Engkau datang, walau bukan untukku
Tapi padamu cinta ini kulahirkan lagi,
Saat musim hujan tiba
Tak ada lagi pilihan…..
Akulah yang merintik dan membelai
Kugandeng rindu
Kukecup jumpa
Akulah puisi-puisi di dinding langit
Di punggung bumi menebar kasih
Menderu debu
Merintik hujan
Mendesir angin
Mengalir air
Gerimis hujanmu
Desir anginmu
Padamu cinta ini kulahirkan lagi
Dari pertemuan awal
Sabar menanti
Palu, April 2003
REFORMASI PALSU DAN PEMILU PALSU
Setelah bosan dengan pembangunan palsu
Dari pemilu ke pemilu palsu
Muncullah gerakan reformasi 1998
Muntuntut kebebasan dan demokratisasi
Tapi melahirkan politisi palsu
Yang gemar berjanji palsu
Demi reformasi yang palsu
Akhirnya Pemilihan Umum 1999
Dipentaskan dengan skenario palsu
Yang ditulis bersama sutradara palsu
Atas nama demokratisasi, bebas manipulasi
Tapi mengusung ketidakpastian
Reformasi yang palsu lagi
Dengan pemimpin masih palsu
Yang selalu berjanji palsu
Padahal rakyat selalu tergusur
Dari tanah dan airnya
Tapi tak ada yang peduli
Karena pemimpin mereka sudah tuli
Sampai tiba masanya
Pementasan Pemilihan Umum 2004
Dimainkan aktor-aktor berijazah palsu
Di hadapan massa yang memberi dukungan palsu
Sehingga parlemen diisi legislator palsu
Yang akan membuat undang-undang palsu
Dan dijadikan pedoman pemerintahan palsu
Sewaktu mengeluarkan kebijakan palsu
Saat kehidupan serba palsu
Persatuan dan kesatuan
Hanya jadi mantra tak bertuah
Itulah Negeri-ku penuh kepalsuan
Mungkinkah Indonesia palsu?
Sebuah pertanyaan palsu
Dari penyair yang tidak palsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar